Jumat, 16 Maret 2012

Rektorat USU Tahan SK Pers Mahasiswa SUARA USU


Senin, 13 Februari 2012. Dengan alasan menjaga nama baik USU dan menjaga ketertiban Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Rektorat USU mengeluarkan surat larangan menginap di sekretariat tanpa seizin Pimpinan USU. Tamu yang berjenis kelamin perempuan hanya diperbolehkan bertamu ke sekretariat pada siang hari. Bagi yang tidak mengindahkan akan di tindak petugas keamanan dan ketertiban USU. Pemasungan gerak, ekspresi mahasiswa dan diskriminasi gender tersebut ternyata hanya awal.

Selasa, 13 Maret 2012. Pihak Rektorat USU diwakili staf bagian kemahasiswaan memberikan Surat Keterangan (SK) Pengesahan Kepengurusan kepada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) USU di Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan USU. Namun dari 22 jumlah UKM di USU, hanya UKM Pers Mahasiswa SUARA USU saja yang tidak diberikan SK tersebut. Alasannya bisa diterima akal. Ada beberapa hal yang harus diperbaiki dari surat kepengurusan Pers Mahasiswa SUARA USU.

Setelah pembagian SK usai, SUARA USU menjumpai Kepala Unit Bina Kemahasiswaan dan Kealumnian (BKK) USU untuk mempertanyakan penahanan SK tersebut di Gedung Biro Rektor USU. Ternyata, pihak Rektorat USU mengatakan penahanan SK tersebut karena perlu adanya reviewer pemberitaan SUARA USU.

Rektorat USU mencoba menyensor pemberitaan SUARA USU  yang akan diterbitkan. Pihak rektorat merasa gerah dengan pemberitaan SUARA USU. Sehingga SUARA USU harus memberikan naskah pemberitaan kepada Rektorat USU sebelum diterbitkan. Pihak rektorat sendiri tidak bisa menjelaskan di mana letak pemberitaan SUARA USU yang salah.

Penyensoran berita SUARA USU oleh pihak rektorat bermaksud memeriksa dan menyeleksi pemberitaan yang bisa atau tidak dimuat SUARA USU sesuai keinginan pihak rektorat. Jika ada pemberitaan SUARA USU yang tidak berkenan dengan pihak rektorat maka harus disensor. Pihak rektorat mengatakan penyensoran berita ini agar berita-berita yang diterbitkan SUARA USU tidak memberitakan kebobrokkan yang ada di USU.

Pihak rektorat menilai kebobrokan tersebut tidak perlu diberitakan karena mencoreng nama USU. Rektorat mengancam tidak akan memberikan SK tersebut jika SUARA USU tidak memberikan naskah berita yang akan diterbitkan kepada pihak rektorat terlebih dahulu.

UKM, termasuk SUARA USU memang di bawah naungan rektorat USU. Pendanaan, pelindungan, sekretariat  dan banyak hal lain yang mendukung kegiatan SUARA USU.  Namun bukan berarti rektorat dapat mambatasi bahkan membelenggu demokrasi dengan menyensor pemberitaan SUARA USU. Sebab dengan adanya penyensoran pemberitaan SUARA USU merupakan pembelengguan masyarakat terhadap kebebasan berpendapatnya. Tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana UUD 1945 sendiri menjamin masyarakatnya bebas untuk menyampaikan pendapat.  

SUARA USU, UKM yang bergerak dalam dunia pers dengan menerapkan prinsip dan etika jurnalistik juga termasuk dalam pilar keempat dalam demokrasi. Sehingga perannya sangat sentral dalam terciptanya demokrasi di lingkungan sivitas kampus. SUARA USU coba menjadi wadah masyarakat agar aspirasi  mereka dapat didengar oleh khalayak. Sehingga kemerdekaan dan independensinya harus dijamin negara tanpa dirusak oleh siapa dan apa pun.

Lalu, bagaimanakah jika pers dibungkam!?  Apakah kita ingin mengulang kembali masa orde baru? Ketika media seperti, Tempo, Detik, Editor dan media lainnya dibungkam oleh tindakan otoriter pemerintah. Sungguh tindakkan tidak dewasa, ketika hak berpendapat dibungkam, aspirasi dikekang dan berkreativitas dilarang, hanya demi sebuah kepentingan sekelompok orang! Ini bukan masanya lagi. Kebebasan berpendapat harus dijamin haknya, tidak boleh dibatasi, dikekang ataupun dibelenggu.  Sebab pembelengguan terhadap suara masyarakat merupakan pembodohan terhadap rakyat!copas dari notes Kartini Zalukhu di Facebook 

Jumat, 09 Maret 2012

Percintaan ala Timur Tengah dari Negeri Sakura


Percintaan Ala Timur Tengah dari Negeri Sakura

Judul Buku                  : The Bride’s Stories
Penulis                         : Kaoru Mori
Penerbit                       : PT Elex Media Komputindo
Tahun Terbit                : 2011
Jumlah Seri                  : 2 buku (belum tamat)

Aku sama sekali nggak berpikir, “Seandainya, Amira lebih muda.”
Amira Hargal kaget, calon suaminya berdiri tepat di depannya. “Wah,” katanya, sewaktu menyingkap selendang dengan motif daun yang rumit dari kedua wajahnya. Amira, dengan wajah khas komik Jepang terlihat seperti perempuan asal Timur Tengah berkat keelokan pakaian dan perhiasan yang ia kenakan.

Amira baru saja dinikahkan dengan Karluk Ayhan, pria yang delapan tahun lebih muda darinya. Sejak menikah, Amira tinggal di rumah Karluk di pesisir Laut Kaspia dan mulai membiasakan diri dengan keluarga barunya yang besar. Kakek-nenek Karluk, Orang tua Karluk, kakak perempuan Karluk beserta suami dan empat orang anaknya. Sebelumnya, keluarga Amira merupakan keluarga yang hidup semi-nomaden yang hanya berpindah saat musim panas. Keluarga Amira pun terbilang keluarga kecil karena hanya terdiri dari orang tua dan ketiga saudara Amira.

Usia normal pernikahan saat itu ialah 15-16 tahun. Pernikahan dengan perempuan yang lebih tua dianggap wajar sebab, sistem pewaris keluarga berada di tangan anak laki-laki paling kecil (bungsu). Selain itu, pernikahan juga merupakan pengikat hubungan antar keluarga. Sehingga, asal-usul keluarga perempuan pun menjadi syarat penting dalam pernikahan. Kemudian, perempuan yang lebih tua dianggap lebih siap bekerja dan bisa diandalkan.

Perbedaan umur delapan tahun, Amira 20 tahun dan Karluk 12 tahun bukan menjadi masalah utama. Komik ini lebih bercerita tentang kehidupan sehari-hari keluarga Amira dan Karluk yang hidup di abad 19 di bagian Asia Tengah. Amira yang sempat hidup nomaden terampil dalam memanah dan berkuda. Keahliannya tak terbatas itu saja, ia juga mahir memasak dan menyulam layaknya perempuan-perempuan di negaranya.

Ada satu bagian di komik yang bercerita tentang seberapa pentingnya kemampuan menyulam bagi para perempuan. Setiap keluarga dan perempuan memiliki sulaman yang menjadi ciri khas masing-masing. Di keluarga Karluk sendiri, ada motif bunga, elang, juga permata yang menjadi ciri keluarganya. Hal ini menjadi penting, karena anak-anak perempuan harus mampu menyulam kain mereka sendiri yang akan dibawa saat menikah nanti.

Kain dengan sulaman indah merupakan entitas tersendiri dalam kebudayaan di cerita ini. Fungsinya bermacam-macam, sebagai penghias ruangan, bahan pakaian dan hadiah bagi pengantin baru atau bagi ibu yang baru  melahirkan.

Komik ini sendiri menang dari segi estetika dan keunikan cerita yang diangkat oleh pengarang. Detail perhiasaan, motif pakaian dan permadani, ukiran-ukiran yang ada di seluruh cerita tergambar dengan jelas dan nampak rumit. Mungkin, ini pula lah yang menyebabkan komik ini rentang terbitnya setahun sekali. Namun, anda tak perlu ragu dengan kualitas gambar yang ditawarkan oleh Mori.

Kesenangan Mori pada permadani asal Turki menjadi bibit lahirnya komik setebal 186 halaman. Riset yang mendalam pun dilakukan Mori. Sayangnya, sampai buku kedua, masih banyak hal-hal yang tidak dijelaskan di komik ini. Seperti kenapa Amira baru menikah di umur 20 atau asal-usul Smith –peneliti yang menumpang di keluarga Karluk. Tentu saja ini membingungkan pembaca yang memiliki budaya berbeda atau bahkan lain sama sekali.

juga dimuat di www.suarausu-online.com

Rabu, 07 Maret 2012

kepada yang terkasih

all i can do now, is watching you from behind.


semua berjalan begitu cepatnya. aku, kau, kalian. kita. betapa indahnya menyebut kata "kita" di saat ini. masih kau rasakan kah romantika masa itu?
Aku kembali mengenang waktu yang telah lalu. kesalahan-kesalahan, your beliefs, mine. Perbedaan menjadi hal mutlak dan perpisahan tak terelakkan. Inilah hidup. Selamat Datang.

Kamis, 01 Maret 2012

untitled #6

Tuhan, maafkanlah aku yang cantik namun bangke ini. Amin...
*kesan setelah baca status orang