Jumat, 29 April 2011

Kuat


Waktu itu, aku menulis tiga baris kalimat untuk organisasiku tercinta.
“It’s a fun battlefield. Yang gak kuat bakal kalah. Sisanya bakal terus have fun.”
Saat ngebuat rangkaian kata itu. Aku berpikir “aku kuat”. Tanpa aku sadari, rasa kuat itu seharusnya gak hanya datang dari dalam diri aku. Tapi dari setiap komponen alam yang mengisi hidup aku. Saat itu, aku gak sadar hal itu.

Sebelumnya, kenapa aku buat kalimat-kalimat itu? Well, untuk terus hidup dan produktif di organisasi ini bener-bener keras. Jalannya terjal, banyak kerikil, apalagi batu-batu yang gede. Tapi semuanya terasa lebih mudah karena dukungan dan rasa nyaman yang aku dapat dari manusia-manusia yang ada di dalamnya.
“Walau makan susah, walau hidup susah, walau tuk senyum pun susah. Rasa syukur ini karena bersamamu, juga susah dilupakan. Ku bahagia”
Penggalan lagu Sherina ini selalu mengingatkan aku atas satu setengah tahun hidup aku di organisasi ini.

Rasanya berat sekali sewaktu harus meninggalkan rapat, tidak menjalankan tugas, tidak ontime, jarang ngumpul di rumah yang halamannya terkadang dipenuhi tai bebek.
Ngerasa lemah saat dianugerahi kewajiban yang tidak sesuai dengan kemampuan, ngerasa lemah saat semuanya keteteran, ngerasa lemah saat mereka yang dahulu mendukung memilih berputar haluan.
Masih kuatkah aku? Ironis rasanya, seperti menjilat ludah sendiri.

“Daripada gantung, lebih baik putus” kata Esi Lahur dalam novelnya, Pendosa. Aku termasuk tipe yang seperti ini. Tapi organisasi ini ngebuat aku berpikir kalau terkadang lebih baik gantung daripada putus. So, which one yours?


Rabu, 20 April 2011

itu


Kembali merasakan hal “itu”.
Means: 24 hours isn’t enough [again]


*yang bener pake is ato are sih..? *ngomong ga penting untuk saat ini

Kamis, 07 April 2011

Kalau

Kalau senyumku tak semanis sekarang. Will you stay here, still?
Kalau aku tak seperhatian sekarang. Will you stay here, still?
Kalau aku tak setangguh saat ini, tak sebaik seperti yang kau bilang. Will you stay here, still?

Kalau anggota tubuhku dimakan penyakit. Will you stay here, still?
Kalau kita sudah tak bisa melakukan hal-hal indah bersama. Will you stay here, still?
Kalau aku menjadi tertutup, jadi pribadi yang kau benci. Mampukah kau menjilat kata-kata yang telah tertutur?

Will I stay at your side, when it comes right to you?

Rabu, 06 April 2011

kemarin

Kemarin, saya mengikuti sebuah seminar. Seminar yang menyampaikan hasil riset sebuah organisasi, atas pemberitaan lima media cetak (surat kabar) mengenai jumlah pemberitaan korupsi salah satu orang penting di kota kelahiran saya, Medan.
          Ada tiga orang yang diberi kesempatan untuk duduk di depan kami, para peserta. Tempat mereka lebih tinggi, dengan kursi yang lebih bagus. Menggunakan meja, yang sudah ditutupi kain –entah berbahan apa. Walau memakan kue dan air yang bermerek sama, tapi ukuran air kami berbeda. Kami di gelas kemasan, sedangkan mereka di botol anti tumpah dan disediakan gelas kaca pula!
          Saya menulis ini, bukan lah iri dengan mereka yang duduk di depan. Tapi, hanya membiasakan diri saya untuk menulis detail. Meski dianggap tak penting..

          Pertama, moderator yang  berasal dari organisasi tersebut. Dua sisanya pembicara. Satu dari dosen Departemen Ilmu Komunikasi, satunya lagi asisten redaktur salah satu media cetak yang diriset organisasi tersebut.
          Pada hasil riset, surat kabarnya asisten redaktur memiliki jumlah tertinggi untuk berita jurnalisme pembangunan yang dilakukan oleh orang penting tadi. Berita korupsinya cuma satu.
          Setelah pemaparan hasil riset, setiap pembicara pun menyampaikan makalah yang telah mereka buat. Setelah saya baca, dengar dan mencoba memahami isi makalah sang asisten redaktur. Saya pun bertanya pada sesi diskusi. “Kalau orientasi koran bukan pada berita korupsi, berarti tak wajib mengangkat berita tersebut? Padahal, news value berita korupsi orang penting itu tinggi looh..”
          Ternyata, jawaban saya dijawab pertama kali. Katanya, “Lihat Majalah BOBO, segmennya edukasi dan hiburan. Tapi tidak ada berita korupsi, kan?”

          Saya merasa, seperti dibodoh-bodohi anak kecil.