Rabu, 06 April 2011

kemarin

Kemarin, saya mengikuti sebuah seminar. Seminar yang menyampaikan hasil riset sebuah organisasi, atas pemberitaan lima media cetak (surat kabar) mengenai jumlah pemberitaan korupsi salah satu orang penting di kota kelahiran saya, Medan.
          Ada tiga orang yang diberi kesempatan untuk duduk di depan kami, para peserta. Tempat mereka lebih tinggi, dengan kursi yang lebih bagus. Menggunakan meja, yang sudah ditutupi kain –entah berbahan apa. Walau memakan kue dan air yang bermerek sama, tapi ukuran air kami berbeda. Kami di gelas kemasan, sedangkan mereka di botol anti tumpah dan disediakan gelas kaca pula!
          Saya menulis ini, bukan lah iri dengan mereka yang duduk di depan. Tapi, hanya membiasakan diri saya untuk menulis detail. Meski dianggap tak penting..

          Pertama, moderator yang  berasal dari organisasi tersebut. Dua sisanya pembicara. Satu dari dosen Departemen Ilmu Komunikasi, satunya lagi asisten redaktur salah satu media cetak yang diriset organisasi tersebut.
          Pada hasil riset, surat kabarnya asisten redaktur memiliki jumlah tertinggi untuk berita jurnalisme pembangunan yang dilakukan oleh orang penting tadi. Berita korupsinya cuma satu.
          Setelah pemaparan hasil riset, setiap pembicara pun menyampaikan makalah yang telah mereka buat. Setelah saya baca, dengar dan mencoba memahami isi makalah sang asisten redaktur. Saya pun bertanya pada sesi diskusi. “Kalau orientasi koran bukan pada berita korupsi, berarti tak wajib mengangkat berita tersebut? Padahal, news value berita korupsi orang penting itu tinggi looh..”
          Ternyata, jawaban saya dijawab pertama kali. Katanya, “Lihat Majalah BOBO, segmennya edukasi dan hiburan. Tapi tidak ada berita korupsi, kan?”

          Saya merasa, seperti dibodoh-bodohi anak kecil.

0 komentar:

Posting Komentar