Minggu, 23 Oktober 2011

Dia


Dia, memandangku sendu dengan matanya yang bulat.
Berkali-kali ia mengerjapkan matanya, menunjukkan kelentikan bulunya.
Sesekali ia menarik nafas dalam-dalam, sambil menyimak setiap kata yang ku  ucapkan.
Bibirnya yang tipis, tersenyum lemah saat mendengar keputusanku.
Sudah berapa kali kita berbicara seperti ini?
Sudah berapa kali aku tertawa putus asa di depanmu, sayang?
Kemudian tanyaku, “Apa maumu?”

“Cukup genggam tanganku, dan janjikan kau akan pulang untukku, nanti.”

0 komentar:

Posting Komentar