Jumat, 09 Maret 2012
Percintaan Ala Timur Tengah dari Negeri Sakura
Judul Buku :
The Bride’s Stories
Penulis :
Kaoru Mori
Penerbit :
PT Elex Media Komputindo
Tahun Terbit :
2011
Aku
sama sekali nggak berpikir, “Seandainya, Amira lebih muda.”
Amira Hargal kaget, calon suaminya berdiri tepat di
depannya. “Wah,” katanya, sewaktu menyingkap selendang dengan motif daun yang
rumit dari kedua wajahnya. Amira, dengan wajah khas komik Jepang terlihat
seperti perempuan asal Timur Tengah berkat keelokan pakaian dan perhiasan yang
ia kenakan.
Amira baru saja dinikahkan dengan Karluk Ayhan, pria
yang delapan tahun lebih muda darinya. Sejak menikah, Amira tinggal di rumah
Karluk di pesisir Laut Kaspia dan mulai membiasakan diri dengan keluarga
barunya yang besar. Kakek-nenek Karluk, Orang tua Karluk, kakak perempuan
Karluk beserta suami dan empat orang anaknya. Sebelumnya, keluarga Amira
merupakan keluarga yang hidup semi-nomaden yang hanya berpindah saat musim
panas. Keluarga Amira pun terbilang keluarga kecil karena hanya terdiri dari
orang tua dan ketiga saudara Amira.
Usia normal pernikahan saat itu ialah 15-16 tahun.
Pernikahan dengan perempuan yang lebih tua dianggap wajar sebab, sistem pewaris
keluarga berada di tangan anak laki-laki paling kecil (bungsu). Selain itu,
pernikahan juga merupakan pengikat hubungan antar keluarga. Sehingga, asal-usul
keluarga perempuan pun menjadi syarat penting dalam pernikahan. Kemudian,
perempuan yang lebih tua dianggap lebih siap bekerja dan bisa diandalkan.
Perbedaan umur delapan tahun, Amira 20 tahun dan
Karluk 12 tahun bukan menjadi masalah utama. Komik ini lebih bercerita tentang
kehidupan sehari-hari keluarga Amira dan Karluk yang hidup di abad 19 di bagian
Asia Tengah. Amira yang sempat hidup nomaden terampil dalam memanah dan
berkuda. Keahliannya tak terbatas itu saja, ia juga mahir memasak dan menyulam
layaknya perempuan-perempuan di negaranya.
Ada satu bagian di komik yang bercerita tentang
seberapa pentingnya kemampuan menyulam bagi para perempuan. Setiap keluarga dan
perempuan memiliki sulaman yang menjadi ciri khas masing-masing. Di keluarga
Karluk sendiri, ada motif bunga, elang, juga permata yang menjadi ciri
keluarganya. Hal ini menjadi penting, karena anak-anak perempuan harus mampu
menyulam kain mereka sendiri yang akan dibawa saat menikah nanti.
Kain dengan sulaman indah merupakan entitas
tersendiri dalam kebudayaan di cerita ini. Fungsinya bermacam-macam, sebagai
penghias ruangan, bahan pakaian dan hadiah bagi pengantin baru atau bagi ibu
yang baru melahirkan.
Komik ini sendiri menang dari segi estetika dan
keunikan cerita yang diangkat oleh pengarang. Detail perhiasaan, motif pakaian
dan permadani, ukiran-ukiran yang ada di seluruh cerita tergambar dengan jelas
dan nampak rumit. Mungkin, ini pula lah yang menyebabkan komik ini rentang
terbitnya setahun sekali. Namun, anda tak perlu ragu dengan kualitas gambar
yang ditawarkan oleh Mori.
Kesenangan Mori pada permadani asal Turki menjadi
bibit lahirnya komik setebal 186 halaman. Riset yang mendalam pun dilakukan
Mori. Sayangnya, sampai buku kedua, masih banyak hal-hal yang tidak dijelaskan
di komik ini. Seperti kenapa Amira baru menikah di umur 20 atau asal-usul Smith
–peneliti yang menumpang di keluarga Karluk. Tentu saja ini membingungkan
pembaca yang memiliki budaya berbeda atau bahkan lain sama sekali.
juga dimuat di www.suarausu-online.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar