Minggu, 17 Juli 2011
Ingin menertawai amarah,
yang mengambil alih logika.
Merebut Tuhan dari hati.
Ingin bertepuk untuknya, bersuka cita, menyembah padanya.
Amarah bangga telah meneteskan air dari mata.
Meniup senyum dari wajah.
Tapi amarah lupa,
pada hati yang fitrahnya pada kedamaian,
pada alam yang selalu memberi warna gembira.
Amarah pun kalah.
Ia jatuh dan menguap bersama panasnya hari.
(Februari, 2011)
juga dimuat di suarausu-online.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar